Kamis, 04 Oktober 2012

remaja sebagai siswa (psikologi belajar)s2


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Studi tentang remaja agak sulit karena para remaja sudah mulai banyak meniggalkan lingkungan rumah dan memasuki lingkungan kebudayaan yang lebih luas. Banyak dilemma para remaja disebabkan oleh hal-hal yang bersifat cultural. Dalam kenyataanya,fase perkembangan yang disebut adolescence terutama bersifat cultural alih-alih bersifat psikologis atau gejala pertumbuhan.

B. Rumusan Masalah
      1.            Bagaimanakah karakteristik masa remaja?
      2.            Apa Sajakah kebutuhan dasar remaja?
      3.            Bagaimanakah Remaja dalam Lingkungan Belajar-Mengajar?
      4.            Bagaimanakah Perkembangan Karakter dan Masalah Remaja?

C. Tujuan
      1.            Untuk mengetahui karakteristik masa remaja
      2.            Untuk mengetahui kebutuhan dasar remaja
      3.            Untuk mengetahui remaja dalam lingkungan belajar-mengajar
      4.            Untuk mengetahui perkembangan karakter dan masalah remaja





BAB II
PEMBAHASAN

REMAJA SEBAGAI SISWA
Studi tentang remaja agak sulit karena para remaja sudah mulai banyak meniggalkan lingkungan rumah dan memasuki lingkungan kebudayaan yang lebih luas. Banyak dilemma para remaja disebabkan oleh hal-hal yang bersifat cultural. Dalam kenyataanya,fase perkembangan yang disebut adolescence terutama bersifat cultural alih-alih bersifat psikologis atau gejala pertumbuhan.
Karakteristik Masa Remaja
Konsep tentang Adolescence
Pengertian tentang istilah adolescence hanyalah pertumbuhan kearah kematangan. Banyak buku pendidikan dan psikologi yang mendefinisikan adolescence dengan menunjuk kepada periode yang penuh dengan tekanan dan ketegangan,suatu periode dimana individu itu belum menjadi sesuatu.
Keunikan Remaja
Psikologi objektif selalu menekankan bahwa pertumbuhan adalah sesuatu yang berlangsung terus menerus dan bersifat setahap demi setahap.
Keunikan remaja terletak pada individu-individunya. Para remaja dari kelas social yang satu berbeda dengan para remaja dari kelas yang lain dalam sikap dan cita-citanya. Pendeknya beberapa keunikn para remaja itu terletak dalam individualitasnya,bukan pada masa remajanya.



Kebutuhan Dasar Remaja
Kebutuhan Umum Manusia
Baik anak-anak,orang dewasa, mauipun para remaja merasakan kebutuhan untuk mencintai dan dicintai,ingin memiliki pengalaman-pengalaman baru, ingin memperoleh pengenalan atau pengakuan,ingin menjadi seorang yang bediri sendiri dan ingin memuaskan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah. Pada masa remaja beberapa kebutuhan ini lebih intensif. Para remaja membutuhkan pengalaman-pengalaman baru. Pada masa kanak-kanak,pengalaman baru ini diperoleh dalam keluarga atau dari tetangga.
Kebutuhan akan identitas
Menurut penelitian Ericson, Einsenberg, Glasser, Mead Shore dan Masimo, identitas merupaka kebutuhan yang sangat besar pada para remaja. Mereka ingin memiliki sesuatu, ingin berbeda, ingin dikenal, dan ingin measakan kehadirannya. Banyak perasaan tidak berharga yang dirasakan para remaja. Dapat dihindarkan dngan cara memberi mereka tanggung jawab tertentu sehingga mereka merasa dirinya penting. Perbaikan kurikulum dengan memperhatikan perbedaan-perbedaan latar belakang mereka,perbedaan kemampuan, dan perbedaan ambisi para remaja akan banyak menolong dalam memenuhi kebutuhan akan identitas ini. Pemunuhan akan kebutuhan identitas para remaja ini menuntut adanya koordinasi antara rumah sekolah dan masyarakat. Partisipasi para remaja dalam kegiatan-kegiatan social, dalam industry,serta pemberian penyuluhan kepada mereka akan sangat menolong.
Kebutuhan akan Bantuan Orang Dewasa
Pertumbuhan berciri kemajuan (progession) dan kemunduran (regression). Pada saat remja ingin memperthankan haknya untuk brtindak berdasarkan keputusannya sendiri tanpa campur tangan orang dewasa. Pada saat lain mereka membutuhkan nasihat serta bimbingan dan penyuluhan orang dewasa. Beberapa orang tua dan guru cukup sabar dan mengerti terhadap sikap remaja yang tidak konsisten ini, andaikat mereka menyadari bahwa sikap yang tidak konsisten ini adalah suatu aspek yang wajar dari mereka yang sedang menuju kematangan.
Satu hal yang terus menerus didambakan oleh para remaja adalah bebas dari dominasi orang dewasa,terutama dominasi dari orang tua. Karena orang dewasa lain yang dikenal mereka baik dan banyak berhubungan adalah guru, mereka akan berpaling dari dominasi orang tuanya Namun, apabila guru yang dianggapnya sebagai pengganti orang tua itu juga masih bersikap otoriter,mereka akan mengejeknya. Sebaliknya, andaikata guru mau mendengar suara mereka, memperhatikan pikiran dan pandangan mereka, mengajak mereka berbicara dan menganggap mereka sebagai teman bekerja, para remaja ajan memperhatikan pandangan-pandangan orang dewasa.
Banyak program remaja yang gagal sebelum dimulai karena program tersebut direncanakan dan diorganisasi oleh para ahli, lalu didesakkan kepada para remaja. Otonomi adalah hal yang sangat penting bagi para remaja seperti halnya bagi orang dewasa. Dalam dunia pendidikan, program-program bimbingan, perbaikan kurikulum, dan sebagainya banyak mengalami kegagalan bukan karena adanya kekeliruan, melainkan karena hal-hal itu didesakkan kepada para remaja.
            Orang-orang dewasa dapat membantu para remaja dengan baik, dengan cara memahami sumber-sumber yang menyebabkan kekacauan pada mereka. Berilah mereka  kasih sayang yang bersumber dari pengertian, dan bantulah mereka dalam menetapkan tujuan-tujuan yang berhubungan dengan pekerjaan mereka.

Remaja dalam Lingkungan Belajar-Mengajar
Pertumbuhan Mental dan Pengukuran Potensi
Selam ini ada anggapan bahwa pertumbuhan inteligensi berhenti pada usia 16 tahun. Pengertian ini dirumuskan apabila rata-rata individu berhenti bersekolah pada kelas delapan. Terman dan Merrill dalam merevisi manual untuk Skala Inteligensi Standford-Binet mengadakan penyesuaiian tabel-tabel usia berdasarkan asumsi bahwa menurut penemuan akhir-akhir ini, pefrtumbuhan mental meluas di atas usia 15 tahun.
            Adapun ada inteligensi itu bukanlah sesuatu yang “global” atau “tunggal” yang dapat dievaluasi dengan alat psikometrik yang tunggal. Guilford menunjukkan bahwa sekurang-kurangnya ada 120 jenis intelegensi yang berbeda-beda. Kebanyakan psikolog setuju bahwa satu tes inteligensi menghasilkan skor global  dan mereka juga setuju bahwa sekalianpun tes inteligensi yang konvesional berkolaborasi secara positif dengan prestasi sekolah, ada lagi jenis-jenis inteligensi lainnya yang harus dikenal di sekolah di samping yang bersifat akademis, misalnya inteligensi yang bersifat kreatif, artistik, sosial, dan kepemimpinan.
Mempermudah Belajar Remaja
Program sekolah yang konvensional dan berstruktur sangat baik bagi para siswa dari golongan menengah. Program konvensional ini memang menghasilkan perenggangan (alienation). Bagi mereka yang telah mengerti semangat (spirit) waktu perubahan yang cepat, inovasi, berdiri sendiri, dan penekanan terhadap pribadi benda-benda sekolah sering-sering menghasilkan sikap ambivalen. Adapun beberapa anjuran yang dikemukakan untuk mempermudah cara-cara belajar formal:
      1.            Belajar para remaja akan dipermudah apabila ada keseimbangan antara pembatasan dan kebebasan.
      2.            Belajar di sekolah akan dipermudah apabila para remaja diperlukan sebagai pribadi dan bukan sebagai benda.
      3.            Belajar akan dipermudah apabila dipermudah apabila para remaja tahu bahwa suaranya didengar dan pilihannya sungguh-sungguh diperhitungkan.
      4.            Belajar akan dipermudah apabila seseorang tahu bahwa ia diterima, dikenal, atau diakui oleh kelompoknya, dan kehadirannya menimbulkan perbedaan tertentu.
      5.            Belejar akan dipermudah serta perkembangan kepribadian yang seimbang akan meningkatkan apabila personel sekolah menenal berbagai inteligensi dan berbagai gaya belajar.
      6.            Balajar akan dipermudah apabila kapasitas para pemuda untuk mempercayai dirinya diterima dan mereka diberi semangat.
      7.            Mempelajari konsep-konsep yang terpilih dan konsep diri yang sehat akan dipermudah bila para remaja memahami dirinya sendiri dan “kebudayaan remaja”.
      8.            Belajar akan dipermudah apabila angka-angka dihilangkan.
      9.            Lingkungan belajar-mengajar bagi para remaja akan menjadi baik bila guru-guru mengetahui dan menerima beban dan tantangan terhadap dirinya sebagai pusat perhatian remaja dan sebagai model.
Perlunya Pembinaan Kemampuan Profesional Guru
Pemberian kemudahan belajar sebagaimana telah diuraiakan di atas, pada gilirannya menimbulkan tuntutan yang kuat kepada guru sebagai tenaga pendidikan yang profesional. Salah satu dimensi kemampuan.
Profesional adalah kemampuan kepribadian. Dengan kata lain guru harus memiliki kepribadian yang matang, dan dengan kepribadian itu dia mampu bertindak sebagai pribadi yang berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian siswa.
Kepribadian yang matang dan terintegrasi ditandai oleh hal-hal berikut:
1.      Guru menghargai kebebasan di samping menyadari perlunya pembatasan bagi siswanya sehingga dia mampu membuat pembatasan dan menyediakan kesempatan untuk bertindakn bebas bagi siswa  yang bersangkutan.
2.      Untuk menghargai pribadi anak sebagai suatu kebulatan, guru terlebih dulu dituntut untuk memiliki pribadi yang bulat dan utuh.
3.      Guru dapat menghargai pendapat dan pilihan siswanya jika dia memiliki cakrawala berfikir yang luas dan mantap.
4.      Guru harus terbiasa menerima siswa dalam kelompok dan menempatkannya dalam kelompok yang tepat dan berdasarkan pilihan masing-masing tanpa paksaan dan perkosaan pribadi.
5.      Kemampuan melaksanakan sistem pembelajaran yang dilandasi oleh kematangan sikap dan kepribadian ternyata memang sangat diperlukan untuk meningkatkan kepribadian anak.
6.      Para remaja akan percaya diri jika mereka menyadari kemampuannya, dan untuk itu guru harus menunjukkan percaya diri dan kemampuan maksimal dalam proses belajar mengajar.
7.      Guru sendiri harus mengembangkan konsep diri yang menyadari kekurangan dan kebolehannya, dan senantiasa berupaya meningkatkan kemampuannya sendiri sehingga terjadi pengembangan konsep diri terus-menerus.
8.      Guru harus mampu melakukan penilaian yang objektif berdasarkan pertimbangan kuantitatif, tetapi lebih penting lagi menilai anak dan remaja secara akualitatif, yakni menilai perkembangan diri anak secara menyeluruh dan bersifat psikologi, tidak semata-mata bersifat matematis.
Dengan demikian, jelaslah bahwa faktor kemampuan pribadi guru pada gilirannya akan memberikan kemudahan secara psikologi kepada anak dan remaja untuk melakukan perbuatan belajar.

Perkembangan Karakter dan Masalah Remaja
Teori Perkembangan Karakter
Teori terdahulu tentang perilaku moral ialah bahwa semua prilaku moral adalah spesifik untuk suatu situasi saja.
Menurut Havinghurst, yang dimaksud dengan karakter adalah suatu perangkat (set) yang terdiri atas lima karakter. Setiap tipe itu merupakan suatu representatif dari tingkat perkembangan psikososial individu sebagai berikut.
Tipe karakter
1.        Amoral
2.        Expenden
3.        Conforming
4.        Irrational-conscientious
5.        Rational-altruistic
Periode perkembangan
1.         Infanci
2.         Early childhood
3.         Later childhood
4.         Adolescence and adulthood
Barangkali tiap karakter tersebut dimaksudkan untuk:
1.      Dirumuskan dan digambarkan dalam peristilahan sistem kontrol individual yang berguna untuk menyesuaikan diri dalam rangka memuaskan tuntutan lingkungan sosial
2.      Meliputi semua model adaptasi yang mungkin
3.      Dirumuskan dalam istilah motivasi dan
4.      Menyajikan pola prilaku oprsional dan tingkat perkembaangan psikososial
            Kelima tipe karakter tersebut merupakan lima pola sebagai komponen-komponen karakter atau merupakan five pure ”idieal tipe”. Dan kelima motif yang utama merupakan komponen-komponen karakter moral.kendatipun mungkin ada seseorang yang memiliki tipe murni, dalam praktiknya proporsi kelima kategori itu bersifat relatif dalam diri seseorang atau, dengan kata lain, terdapat struktur dinamis.
Kesehatan psikologis
            Sejak bertahun-tahun lamanya telah dilakukan banyak usaha untuk mengetahui mengapa banyak siswa yang mengalami ketidak puasan disekolah. penelitian terhadap masalah tersebut hanya bersifat perkiraan. Ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Jacson dan Getzel yang mengadakan penelitian secara ilmiah melaui eksperimen terhadap dua kelompok remaja.
            Berdasarkan penelitian tersebut,dengan menggunakan bermacam-macam tes akhirnya dapat diambil beberapa kesimpulan berikut:
1.      Relevansi antara data kesehatan psikologis dengan ketidakpuasan terhadap sekolah lebih dari pada relevansinya data hasil belajar sekolastik dengan ketidak puasan tersebut.
2.      Sikap – sikap anak perempuan yang tidak puas ditandai oleh ketidak mantapan pribadi, sedangkan anak – anak lelaki yang tidak puas ditandai oleh perasaan kritis terhadap otoritas sekolah.
            Menrut rosenzweig, perbedaan seks dapat di konsepsikan sebagai berikut : anak perempuan yang tidak puas lebih intropunitive dari pada anak – anak perempuan yang mengalami kepuasan; anak laki – laki yang tidak puas lebih extrapunitive dari pada anak laki – laki yang mengalami kepuasan.
Kesukaran Remaja Yang Defiant
Telah banyak usaha untuk mengamati dan merumuskan perubahan – perubahan anak dalam  aspek nilai – nilai dan identifikasi sejalan dengan pertumbuhan yang tampak dalam bermacam - macam  pola pikiran. Masalah Defiats Yount  timbul karena bermacam – macam motivasi yang mendasarinya. Manajemen sekolah atau Missmanajemen ada yang berhasil menghadapi masalah  ini, namun banyak juga yang mengalami kegagalan.
Konsep defiant  yount agak mirip dengan kenakalan, tetapi bukan kenakalan. Pada dasarnya ia merupakan sifat yang tak sesuai atau  tak menyenangkan dan sering merupakan kesukaran. Defiant adalah bagian dari persilangan dalam proses pertumbuhan moral. Pembahasan tentang masalah ini dikembalikan pada masalah kebingungan (confusion). Masalah defiant di kalangan remaja berkomplikasi dengan kenyataan dimana orang pada umumnya tidak memiliki konsep yang  jelas tentang masalah tersebut.
Implikasi Bagi Guru (keterlibatan)
Jensen mengemukakan sebuah preposisi yang perlu untuk mengarahkan tindakan guru terhasap para remaja, dan kemudian  menyarankan beberapa imlikasi bagi guru.
Preposisi – preposisi tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Motif (alasan) dasar semua organisme (mahluk hidup) adalah konservasi dan pemberian kesempatan bagi fenomena diri (self).
2.      Keberhasilan diartikan dalam kaitanya dengan tujuaan – tujuan personal, bukan pada ukuran – ukuran yang ditentukan oleh orang lain.
3.      Perilaku itu rasional (pikiran sehat).
4.      Remaja bertindak untuk mempertahankan fenomena selft-nya.
5.      Ruang bebas mempengaruhi perilaku dan penyesuian diri para remaja.
6.      Salah satu masalah pokok yang dihadapi ileh remaja adalah  pelaksanaan  tugas – tugas perkembangan bagi kelompoknya.
Preposisi itu hendaknya digunakan sebagai landasan psikologis oleh guru dalam upaya melakukan tindakan – tindakan edukatif terhadap siswanya. Faktor – faktor gejala diri (self), tujuan personal siswa, rasionalitas perilaku, suasana kebebasan di sekolah, tugas – tugas perkembangan anak dan remaja harus dipertimbangkan dalam  merancang  pengajaran dan melaksanakan kegiatan belajar dan mengajar.



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
·      Karakter masa remaja (adolescense) dapat dilihat dari tiga segi, yakni konsep masa remaja, keunikan para remaja, dan kebutuhan para remaja.
·      Kemudahan belajar bagi para remaja dapat dilakukan dengan cara keseimbangan antara pembatasan dan kebebasan.
·      Havighurst mencoba merumuskan teori perilaku moral yang terdiri atas lima tipe karakter, yaitu amoral(asusila), expedent(bijaksana), conforming(penyesuaian), irrational – conscientious(tidak logis – tidak mendamaikan), dan rational – altruistic(pikiran sehat – mendamaikan).
·      Konsep remaja defiant mirip dengan kenakalan, tetapi bukan kenakalan. Ia adalah sifat yang tidak menyenangkan.

Saran
·         Orang tua dan guru harus sabar dan mengerti terhadap sikap remaja yang tidak konsisten.
·         Guru harus dapat menghargai pendapat dan pilihan siswanya jika dia memiliki cakrawala beripikir yang luas dan mantap.




Daftar Pustaka


Hamalik,Dr.Oemar.2010.Psikologi Belajar & Mengajar.Bandung.Sinar Baru    Algensindo

3 komentar: