BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Studi tentang remaja agak sulit karena para remaja
sudah mulai banyak meniggalkan lingkungan rumah dan memasuki lingkungan kebudayaan
yang lebih luas. Banyak
dilemma para remaja disebabkan oleh hal-hal yang bersifat cultural. Dalam kenyataanya,fase
perkembangan yang disebut adolescence terutama bersifat cultural alih-alih
bersifat psikologis atau gejala pertumbuhan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah karakteristik masa remaja?
2.
Apa Sajakah kebutuhan dasar remaja?
3.
Bagaimanakah Remaja dalam Lingkungan
Belajar-Mengajar?
4.
Bagaimanakah Perkembangan Karakter dan
Masalah Remaja?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui karakteristik masa
remaja
2.
Untuk mengetahui kebutuhan dasar remaja
3.
Untuk mengetahui remaja dalam lingkungan
belajar-mengajar
4.
Untuk mengetahui perkembangan karakter
dan masalah remaja
BAB II
PEMBAHASAN
REMAJA SEBAGAI SISWA
Studi tentang remaja agak sulit karena para remaja
sudah mulai banyak meniggalkan lingkungan rumah dan memasuki lingkungan
kebudayaan yang lebih luas. Banyak
dilemma para remaja disebabkan oleh hal-hal yang bersifat cultural. Dalam kenyataanya,fase
perkembangan yang disebut adolescence terutama bersifat cultural alih-alih
bersifat psikologis atau gejala pertumbuhan.
Karakteristik Masa
Remaja
Konsep tentang
Adolescence
Pengertian tentang istilah adolescence hanyalah pertumbuhan
kearah kematangan. Banyak
buku pendidikan dan psikologi yang mendefinisikan adolescence dengan menunjuk
kepada periode yang penuh dengan tekanan dan ketegangan,suatu periode dimana
individu itu belum menjadi sesuatu.
Keunikan Remaja
Psikologi objektif selalu menekankan bahwa pertumbuhan
adalah sesuatu yang
berlangsung terus menerus dan bersifat setahap demi setahap.
Keunikan remaja terletak pada individu-individunya. Para
remaja dari kelas social yang satu berbeda dengan para remaja dari kelas yang
lain dalam sikap dan cita-citanya. Pendeknya beberapa keunikn para remaja itu terletak dalam
individualitasnya,bukan pada masa remajanya.
Kebutuhan Dasar Remaja
Kebutuhan Umum Manusia
Baik anak-anak,orang dewasa, mauipun para remaja
merasakan kebutuhan untuk mencintai dan dicintai,ingin memiliki
pengalaman-pengalaman baru, ingin
memperoleh pengenalan atau pengakuan,ingin menjadi
seorang yang bediri sendiri dan ingin memuaskan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah. Pada masa remaja
beberapa kebutuhan ini lebih intensif. Para remaja membutuhkan
pengalaman-pengalaman baru. Pada
masa kanak-kanak,pengalaman baru ini diperoleh dalam keluarga atau dari
tetangga.
Kebutuhan akan
identitas
Menurut penelitian Ericson, Einsenberg, Glasser, Mead Shore dan Masimo, identitas merupaka
kebutuhan yang sangat besar pada para remaja. Mereka ingin memiliki
sesuatu, ingin
berbeda, ingin
dikenal, dan
ingin measakan kehadirannya. Banyak
perasaan tidak berharga yang dirasakan para remaja. Dapat dihindarkan dngan
cara memberi mereka tanggung jawab tertentu sehingga mereka merasa dirinya
penting. Perbaikan
kurikulum dengan memperhatikan perbedaan-perbedaan latar belakang
mereka,perbedaan kemampuan, dan
perbedaan ambisi para remaja akan banyak menolong dalam memenuhi kebutuhan akan
identitas ini. Pemunuhan
akan kebutuhan identitas para remaja ini menuntut adanya koordinasi antara
rumah sekolah dan masyarakat. Partisipasi
para remaja dalam kegiatan-kegiatan social, dalam industry,serta
pemberian penyuluhan kepada mereka akan sangat menolong.
Kebutuhan akan Bantuan
Orang Dewasa
Pertumbuhan berciri kemajuan (progession) dan
kemunduran (regression). Pada
saat remja ingin memperthankan haknya untuk brtindak berdasarkan keputusannya
sendiri tanpa campur tangan orang dewasa. Pada saat lain mereka
membutuhkan nasihat serta bimbingan dan penyuluhan orang dewasa. Beberapa orang tua dan
guru cukup sabar dan mengerti terhadap sikap remaja yang tidak konsisten ini, andaikat mereka
menyadari bahwa sikap yang tidak konsisten ini adalah suatu aspek yang wajar
dari mereka yang sedang menuju kematangan.
Satu hal yang terus menerus didambakan oleh para
remaja adalah bebas dari dominasi orang dewasa,terutama dominasi dari orang
tua. Karena
orang dewasa lain yang dikenal mereka baik dan banyak berhubungan adalah guru, mereka akan berpaling
dari dominasi orang tuanya Namun, apabila
guru yang dianggapnya sebagai pengganti orang tua itu juga masih bersikap
otoriter,mereka akan mengejeknya. Sebaliknya, andaikata guru mau
mendengar suara mereka, memperhatikan
pikiran dan pandangan mereka, mengajak
mereka berbicara dan menganggap mereka
sebagai teman bekerja, para
remaja ajan memperhatikan pandangan-pandangan orang dewasa.
Banyak program remaja yang gagal sebelum dimulai
karena program tersebut direncanakan dan diorganisasi oleh para ahli, lalu
didesakkan kepada para remaja. Otonomi adalah hal yang sangat penting bagi para
remaja seperti halnya bagi orang dewasa. Dalam dunia pendidikan,
program-program bimbingan, perbaikan kurikulum, dan sebagainya banyak mengalami
kegagalan bukan karena adanya
kekeliruan, melainkan karena hal-hal itu didesakkan kepada para remaja.
Orang-orang dewasa dapat membantu
para remaja dengan baik, dengan cara memahami sumber-sumber yang menyebabkan
kekacauan pada mereka. Berilah mereka
kasih sayang yang bersumber dari pengertian, dan bantulah mereka dalam
menetapkan tujuan-tujuan yang berhubungan dengan pekerjaan mereka.
Remaja dalam Lingkungan
Belajar-Mengajar
Pertumbuhan Mental dan
Pengukuran Potensi
Selam ini ada anggapan bahwa pertumbuhan inteligensi
berhenti pada usia 16 tahun. Pengertian ini dirumuskan apabila rata-rata
individu berhenti bersekolah pada kelas delapan. Terman dan Merrill dalam
merevisi manual untuk Skala Inteligensi Standford-Binet mengadakan penyesuaiian
tabel-tabel usia berdasarkan
asumsi bahwa menurut penemuan akhir-akhir ini, pefrtumbuhan mental meluas di
atas usia 15 tahun.
Adapun ada inteligensi itu bukanlah
sesuatu yang “global” atau “tunggal” yang dapat dievaluasi dengan alat
psikometrik yang tunggal. Guilford menunjukkan bahwa sekurang-kurangnya ada 120
jenis intelegensi yang berbeda-beda. Kebanyakan psikolog setuju bahwa satu tes
inteligensi menghasilkan skor global dan
mereka juga setuju bahwa sekalianpun
tes inteligensi yang konvesional berkolaborasi secara positif dengan prestasi sekolah, ada lagi jenis-jenis
inteligensi lainnya yang harus dikenal di sekolah di samping yang bersifat
akademis, misalnya inteligensi yang bersifat kreatif, artistik, sosial, dan
kepemimpinan.
Mempermudah Belajar
Remaja
Program sekolah yang konvensional dan berstruktur
sangat baik bagi para siswa dari golongan menengah. Program konvensional ini
memang menghasilkan perenggangan (alienation). Bagi mereka yang telah mengerti
semangat (spirit) waktu perubahan yang cepat, inovasi, berdiri sendiri, dan
penekanan terhadap pribadi benda-benda sekolah sering-sering menghasilkan sikap
ambivalen. Adapun beberapa anjuran yang dikemukakan untuk mempermudah cara-cara
belajar formal:
1.
Belajar para remaja akan dipermudah
apabila ada keseimbangan antara pembatasan dan kebebasan.
2.
Belajar di sekolah akan dipermudah
apabila para remaja diperlukan sebagai pribadi dan bukan sebagai benda.
3.
Belajar akan dipermudah apabila
dipermudah apabila para remaja tahu bahwa suaranya didengar dan pilihannya
sungguh-sungguh diperhitungkan.
4.
Belajar akan dipermudah apabila
seseorang tahu bahwa ia diterima, dikenal, atau diakui oleh kelompoknya, dan
kehadirannya menimbulkan perbedaan tertentu.
5.
Belejar akan dipermudah serta perkembangan
kepribadian yang seimbang akan meningkatkan apabila personel sekolah menenal
berbagai inteligensi dan berbagai gaya belajar.
6.
Balajar akan dipermudah apabila
kapasitas para pemuda untuk mempercayai dirinya diterima dan mereka diberi
semangat.
7.
Mempelajari konsep-konsep yang terpilih
dan konsep diri yang sehat akan dipermudah bila para remaja memahami dirinya
sendiri dan “kebudayaan remaja”.
8.
Belajar akan dipermudah apabila
angka-angka dihilangkan.
9.
Lingkungan belajar-mengajar bagi para
remaja akan menjadi baik bila guru-guru mengetahui dan menerima beban dan
tantangan terhadap dirinya sebagai pusat perhatian remaja dan sebagai model.
Perlunya Pembinaan Kemampuan
Profesional Guru
Pemberian kemudahan belajar sebagaimana telah
diuraiakan di atas, pada gilirannya menimbulkan tuntutan yang kuat kepada guru
sebagai tenaga pendidikan yang profesional. Salah satu dimensi kemampuan.
Profesional adalah kemampuan kepribadian. Dengan
kata lain guru harus memiliki kepribadian yang matang, dan dengan kepribadian
itu dia mampu bertindak sebagai pribadi yang berpengaruh terhadap perkembangan
kepribadian siswa.
Kepribadian
yang matang dan terintegrasi ditandai oleh hal-hal berikut:
1. Guru
menghargai kebebasan di samping menyadari perlunya pembatasan bagi siswanya
sehingga dia mampu membuat pembatasan dan menyediakan kesempatan untuk
bertindakn bebas bagi siswa yang
bersangkutan.
2. Untuk
menghargai pribadi anak sebagai suatu kebulatan, guru terlebih dulu dituntut
untuk memiliki pribadi yang bulat dan utuh.
3. Guru
dapat menghargai pendapat dan pilihan siswanya jika dia memiliki cakrawala
berfikir yang luas dan mantap.
4. Guru
harus terbiasa menerima siswa dalam kelompok dan menempatkannya dalam kelompok
yang tepat dan berdasarkan pilihan masing-masing tanpa paksaan dan perkosaan
pribadi.
5. Kemampuan
melaksanakan sistem pembelajaran yang dilandasi oleh kematangan sikap dan
kepribadian ternyata memang sangat diperlukan untuk meningkatkan kepribadian
anak.
6. Para
remaja akan percaya diri jika mereka menyadari kemampuannya, dan untuk itu guru
harus menunjukkan percaya diri dan kemampuan maksimal dalam proses belajar
mengajar.
7. Guru
sendiri harus mengembangkan konsep diri yang menyadari kekurangan dan
kebolehannya, dan senantiasa berupaya meningkatkan kemampuannya sendiri
sehingga terjadi pengembangan konsep diri terus-menerus.
8. Guru
harus mampu melakukan penilaian yang objektif berdasarkan pertimbangan
kuantitatif, tetapi lebih penting lagi menilai anak dan remaja secara
akualitatif, yakni menilai perkembangan diri anak secara menyeluruh dan bersifat
psikologi, tidak semata-mata bersifat matematis.
Dengan
demikian, jelaslah bahwa faktor kemampuan pribadi guru pada gilirannya akan
memberikan kemudahan secara psikologi kepada anak dan remaja untuk melakukan perbuatan belajar.
Perkembangan Karakter
dan Masalah Remaja
Teori Perkembangan
Karakter
Teori terdahulu tentang perilaku moral ialah bahwa
semua prilaku moral adalah spesifik untuk suatu situasi saja.
Menurut Havinghurst, yang dimaksud dengan karakter
adalah suatu perangkat (set) yang terdiri atas lima karakter. Setiap tipe itu
merupakan suatu representatif dari tingkat perkembangan psikososial individu
sebagai berikut.
Tipe karakter
1.
Amoral
2.
Expenden
3.
Conforming
4.
Irrational-conscientious
5.
Rational-altruistic
Periode perkembangan
1.
Infanci
2.
Early childhood
3.
Later childhood
4.
Adolescence and adulthood
Barangkali
tiap karakter tersebut dimaksudkan untuk:
1.
Dirumuskan dan digambarkan dalam
peristilahan sistem kontrol individual yang berguna untuk menyesuaikan diri
dalam rangka memuaskan tuntutan lingkungan sosial
2.
Meliputi semua model adaptasi yang
mungkin
3.
Dirumuskan dalam istilah motivasi dan
4.
Menyajikan pola prilaku oprsional dan
tingkat perkembaangan psikososial
Kelima
tipe karakter tersebut merupakan lima pola sebagai komponen-komponen karakter
atau merupakan five pure ”idieal tipe”. Dan kelima motif yang utama merupakan
komponen-komponen karakter moral.kendatipun mungkin ada seseorang yang memiliki
tipe murni, dalam praktiknya proporsi kelima kategori itu bersifat relatif
dalam diri seseorang atau, dengan kata lain, terdapat struktur dinamis.
Kesehatan psikologis
Sejak
bertahun-tahun lamanya
telah dilakukan banyak usaha untuk mengetahui mengapa banyak siswa yang
mengalami ketidak
puasan disekolah. penelitian terhadap masalah tersebut hanya bersifat
perkiraan. Ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Jacson dan Getzel
yang mengadakan penelitian secara ilmiah melaui eksperimen terhadap dua
kelompok remaja.
Berdasarkan
penelitian tersebut,dengan
menggunakan bermacam-macam tes akhirnya dapat diambil beberapa kesimpulan
berikut:
1. Relevansi
antara data kesehatan psikologis dengan ketidakpuasan terhadap sekolah lebih
dari pada relevansinya data hasil belajar sekolastik dengan ketidak puasan
tersebut.
2. Sikap
– sikap anak perempuan yang tidak puas ditandai oleh ketidak mantapan pribadi,
sedangkan anak – anak lelaki yang tidak puas ditandai oleh perasaan kritis
terhadap otoritas sekolah.
Menrut
rosenzweig, perbedaan seks
dapat di konsepsikan sebagai berikut : anak perempuan yang tidak puas lebih
intropunitive dari pada anak – anak perempuan yang mengalami kepuasan; anak
laki – laki yang tidak puas lebih extrapunitive dari pada anak laki – laki yang
mengalami kepuasan.
Kesukaran Remaja Yang
Defiant
Telah banyak usaha untuk mengamati dan merumuskan
perubahan – perubahan anak dalam aspek
nilai – nilai dan identifikasi sejalan dengan pertumbuhan yang tampak dalam
bermacam - macam pola pikiran. Masalah Defiats Yount timbul karena
bermacam – macam motivasi yang mendasarinya. Manajemen sekolah atau
Missmanajemen ada yang berhasil menghadapi masalah ini, namun banyak juga yang mengalami
kegagalan.
Konsep defiant yount agak mirip dengan kenakalan, tetapi
bukan kenakalan. Pada dasarnya ia merupakan sifat yang tak sesuai atau tak menyenangkan dan sering merupakan
kesukaran. Defiant adalah bagian dari persilangan dalam
proses pertumbuhan moral. Pembahasan tentang masalah ini dikembalikan pada
masalah kebingungan (confusion). Masalah defiant
di kalangan remaja berkomplikasi dengan kenyataan dimana orang pada umumnya tidak memiliki
konsep yang jelas tentang masalah
tersebut.
Implikasi Bagi Guru (keterlibatan)
Jensen mengemukakan sebuah preposisi yang perlu
untuk mengarahkan tindakan guru terhasap para remaja, dan kemudian menyarankan beberapa imlikasi bagi guru.
Preposisi
– preposisi tersebut adalah sebagai berikut :
1. Motif
(alasan) dasar semua organisme (mahluk hidup) adalah konservasi dan pemberian
kesempatan bagi fenomena diri (self).
2. Keberhasilan
diartikan dalam kaitanya dengan tujuaan – tujuan personal, bukan pada ukuran –
ukuran yang ditentukan oleh orang lain.
3. Perilaku
itu rasional (pikiran sehat).
4. Remaja
bertindak untuk mempertahankan fenomena selft-nya.
5. Ruang
bebas mempengaruhi perilaku dan penyesuian diri para remaja.
6. Salah
satu masalah pokok yang dihadapi ileh remaja adalah pelaksanaan
tugas – tugas perkembangan bagi kelompoknya.
Preposisi itu hendaknya digunakan sebagai landasan
psikologis oleh guru dalam upaya melakukan tindakan – tindakan edukatif
terhadap siswanya. Faktor – faktor gejala diri (self), tujuan personal siswa,
rasionalitas perilaku, suasana kebebasan di sekolah, tugas – tugas perkembangan
anak dan remaja harus dipertimbangkan dalam
merancang pengajaran dan
melaksanakan kegiatan belajar dan mengajar.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
· Karakter
masa remaja (adolescense) dapat dilihat dari tiga segi, yakni konsep masa
remaja, keunikan para remaja, dan kebutuhan para remaja.
· Kemudahan
belajar bagi para remaja dapat dilakukan dengan cara keseimbangan antara
pembatasan dan kebebasan.
· Havighurst
mencoba merumuskan teori perilaku moral yang terdiri atas lima tipe karakter,
yaitu amoral(asusila), expedent(bijaksana), conforming(penyesuaian), irrational – conscientious(tidak logis
– tidak mendamaikan), dan rational – altruistic(pikiran sehat –
mendamaikan).
· Konsep
remaja defiant mirip dengan
kenakalan, tetapi bukan kenakalan. Ia adalah sifat yang tidak menyenangkan.
Saran
·
Orang tua dan guru harus sabar dan
mengerti terhadap sikap remaja yang tidak konsisten.
·
Guru harus dapat menghargai pendapat dan
pilihan siswanya jika dia memiliki cakrawala beripikir yang luas dan mantap.
Daftar Pustaka
Hamalik,Dr.Oemar.2010.Psikologi Belajar & Mengajar.Bandung.Sinar
Baru Algensindo
makalah
BalasHapusmakalah
BalasHapusmakalah
BalasHapus